Diambang R(asa)
Senin, 18 Mei 2020
Add Comment
Nabastala hari ini tak seperti biasa, mendung tapi tak ada satu tetes pun air yang menetes. Tiupan anila begitu kencang, semua daun luruh; berserakan di mana-mana. Menjadikan jalanan terlihat kotor. Pohon-pohon berusaha sekuat tenaga mempertahankan diri agar tak tumbang. Meski pada akhirnya, ranting-ranting pada pohon itu pun patah.
Kini, detik waktu berjalan lambat. Seolah semua mengerti akan hati tempo lalu yang tersakiti, tertusuk belati menyayat tiap lapisnya. Hari di mana kini menjadi puncak kekecewaan diri. Janji yang pernah diucapkan dari rangkaian kata-kata lalu terbentuk pada suatu kalimat, kini hirap entah ke mana. Ada adorasi yang kini tiada arti. Pilau itu, kini kehilangan nakhoda yang dulu sempat menjadi idaman.
Barangkali semua memang berjalan sesuai takdir-Nya. Hirap sergap, seolah tak pernah akui. Yang mesti kita pahami, segala sesuatu adalah anitya. Percuma saja kauhitung berapa pun banyak adorasi maha tak penting milikmu itu. Lama kelamaan, pikir dan jiwamu akan rimpuh, sejenak tiada lalu hirap, dan menjawab akan pertanyaan selama ini, kita sumarah.
Biarkan semua berjalan bagaimana mestinya. Adorasi yang terlalu keras juga tak anindita jika tiada garis takdir-Nya. Biarkan hujan setia dengan rintiknya. Biarkan atma dan daksa kita seirama penuh dama. Mulai membuka aksa lebih lebar, melapangkan dada dan yakin gelabah akan membalut setiap retisalya yang ajur mumur karena adorasi. Semua sampena yang sempat hirap pasti baswara.
Ditulis oleh Irma Dewi Meilinda (Princess Meymey), Siti Munawaroh, Prayoga Ramadhan, dan Nuranisa Oktafiantri di Lampung, pada hari Jum'at, tanggal 15 Mei 2020.
0 Response to "Diambang R(asa)"
Posting Komentar